2 Suara Dibungkam, 1000 Tangan Melawan
Teropongnusa.com, Lhokseumawe - Penahanan
2 mahasiswa Universitas Malikussaleh (UNIMAL), Provinsi Aceh di Pengadilan
Negeri Lhokseumawe pada tanggal 20 Oktober 2017 hingga detik ini terus menyeruak
ke permukaan. Kedua mahasiswa tersebut yakni M. Rusdi Lami dan Muji Alfurqan.
Mereka ditahan pasca melakukan aksi demonstrasi di Kantor Bupati Aceh Utara,
Rabu (25/5/2017) terkait 2 hal yakni keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Arun, Lhokseumawe dan meminta kejelasan transparansi anggaran dana desa.
"Kami dan juga 2 teman kami yang
ditahan, saat ini porsinya selaku mahasiswa. Kami punya hak serta tanggung
jawab dalam mengawal demokrasi dan birokrasi. Menjadi pertanyaan, ketika
mahasiswa tidak pantas menyuarakan kebenaran, lalu siapa yang pantas? Saya mau
tanya mbah google yang katanya tau segalanya, takutnya beliau memihak kepada
koruptor, ya sama saja bohong," ujar Rahmah Yani, Sekretaris Jenderal LMND
Kota Lhokseumawe saat ditemui di kediamannya.
Saat aksi berlangsung, mahasiswa merasa
kesal karena tidak mendapatkan tanggapan dari sejumlah pejabat sehingga
menimbulkan kericuhan antar mahasiswa dengan petugas yang menyebabkan kaca
pintu sisi samping Kantor Bupati pecah.
Lantas 12 mahasiswa ditangkap dan dibawa
ke Mapolres Lhokseumawe. Setelah dilakukan pemeriksaan, 8 orang diperbolehkan
pulang dan 4 orang lainnya ditahan di Mapolres selama 24 jam.
Setelah diperiksa, 4 mahasiswa itu
dibebaskan oleh penyidik Polres Lhokseumawe dan dikenakan wajib lapor selama 3
bulan. Disamping itu, polisi terus menyelidiki kasus tersebut dan hasilnya
hanya 2 dari 4 mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka terkait pengrusakan
aset negara.
"Lucu nggak sih ketika mahasiswa
dijadikan tersangka pengrusakan aset negara, tapi soal pengrusakan moral
tentang 7.5 M kredit fiktif PEMKAB Aceh Utara dan 14.5 M dibadan PEMKOT
Lhokseumawe dibiarkan? Saya rasa dana segitu sudah bisa nutupin dana untuk
ganti kaca yang pecah jika kasus ini semata mata hanya soal aset negara,"
sambung Yani.
Polisi kemudian menaikkan berkas ke Kejaksaan,
dan sempat melakukan penahanan 2 mahasiswa tersebut. Pengajuan penangguhan
penahanan diajukan dan disetujui lantas keduanya berstatus menjadi tahanan
kota. Hingga saat ini kasus mereka sudah memasuki 2 kali persidangan dan
menunggu sidang ketiga pada, Rabu (22/11/2017) nanti.
"Kalau Indonesia punya Papa Set Nov,
Aceh Utara punya Papa Cek Mad. Hari ini penguasa lebih takut dengan kata-kata
daripada dosa. Ada yang 'meriang' kalau muncul cuitan kata-kata atau 'meme'
yang dirasa menyudutkan dirinya. Kalau rakyat jadi maling, itu karena nasinya
dicuri. Giliran rakyat nuntut malah dijadiin tersangka.
Polisi kok diajak main politik, seolah
olah penegakkan hukum hanya soal taktik. Kami dan segelintir mahasiswa lainnya
akan terus mengawal kasus ini sampai dibebaskannya 2 rekan kami. Kami ikuti
proses demi proses, dan satu pesan untuk para mahasiswa selaku tombak
perjuangan nasional, kalau mulut dibungkam, usahakan tangan jangan dipatahkan.
Dua suara dibungkam 1000 tangan melawan," ucap Rahmah Yani.