Didemo Perwakilan Wartawan se Indonesia, Dewan Pers Ketakutan dan Melarikan Diri
TEROPONGNUSA.COM, Jakarta
- Aksi keprihatinan ratusan wartawan perwakilan dari berbagai daerah di dua
lokasi berbeda di Jakarta diwarnai aksi tutup mulut dengan lakban dan
pengusungan keranda mayat "kebebasan pers." Lokasi pertama yang
digeruduk ratusan wartawan dari berbagai penjuru tanah air ini adalah gedung
Dewan Pers, sambil mengusung keranda mayat dari kelompok wartawan Sinar Pagi
Baru, media tempat almarhum Muhammad Yusuf bekerja.
Menariknya, seluruh
anggota Dewan Pers ketakutan dan melarikan diri. Tak satu pun yang berani
menemui wartawan dengan alasan yang gak jelas. Terlebih, ketika keranda jenasah
yang dibawa tembus hingga ke lantai 8 markas Dewan Pers beroperasi. Suasana
mencekam memenuhi seluruh ruangan tersebut seolah jeritan duka wartawan yang
selama ini merasa dizalimi, bahkan dipenjara dan berujung nyawa melayang,
melingkupi batin seluruh perwakilan wartawan yang hanya diterima oleh staf
biasa pegawai sekretariat Dewan Pers, dari Kementrian Kominfo.
"Mereka semua
(anggota Dewan Pers) itu pengecut. Hanya berani ketika membuat rekomendasi
kriminalisasi terhadap wartawan. Hati nuraninya sudah dimakan oleh keangkuhan
lembaga arogan, meski nyawa seorang tak berdosa melayang sia-sia," ungkap
Ketua Umum Ikatan Media Online Marlon Brando kepada wartawan di sela aksi, Rabu
(04/07) pagi di gedung Dewan Pers.
Aksi masa yang
dipimpin Koordinator Lapangan Feri Rusdiono dari Ikatan Penulis Jurnalis
Inonesia kemudian menggiring peserta aksi damai ke gedung Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat untuk memberi dukungan moril kepada Majelis Hakim yang sedang
menyidangkan perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dilayangkan Ketua
Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia Hence Mandagi dan Ketua Umum DPN
Persatuan Pewarta Warga Indonesia Wilson Lalengke. Kedua penggugat Dewan Pers ini
didaulat peserta aksi damai melakukan orasi di depan gedung PN Jakarta Pusat.
Dalam orasinya
Wilson Lalengke menegaskan, kehadiran seluruh peserta aksi adalah wujud
pernyataan duka cita yang mendalam kepada, tidak saja keluarga almarhum M
Yusuf, juga kepada seluruh wartawan Indonesia yang tinggal menunggu giliran
dikriminalisasi, dibui, dimatikan, dan diperlakukan tidak seharusnya oleh
oknum-oknum di Dewan Pers. Hence Mandagi yang turut berorasi mengajak seluruh
komponen wartawan di berbagai daerah untuk bersatu menyuarakan perjuangan
perlawanan terhadap kriminalisasi pers.
Aksi masa
"TOLAK KRIMINALISASI PERS INDONESIA" ini dihadiri langsung oleh
sejumlah ketua umum organisasi pers, diantaranya Ketum JMN Helmy Romdhoni,
Ketum IPJI Taufiq Rahman, Ketum FPII Kasihhati, Ketum KWRI Ozzy Silaiman, Ketum
IMO Marlon Brando, Ketum KOWAPPI Hans Kawengian, Ketum PWRI Suryanto, Pimred
Sinar Pagi Baru Rinaldo, Sekjen AWDI Budi, dan Sekjen SPRI Edi Anwar.
Sementara itu, pada
sidang yang kelima gugatan PMH yang berlangsung di PN Jakarta Pusat diwarnai
adu argumen antara kuasa hukum penggugat, Dolfie Rompas, dengan kuasa hukum
dari Dewan Pers, M Dyah.
Rompas menyatakan
keberatan atas pertanyaan M Dyah yang masih saja mempersoalkan soal keabsahan
dokumen legalitas PPWI yang tidak dicap basah, padahal pengesahan organisasi
berbadan hukum oleh Kementrian Hukum dan HAM RI bersifat online dan barcode
system yang sangat mudah diakses melalui situs resmi KemenkumHAM.
Menanggapi hal ini,
Lalengke selaku penggugat mempertanyakan profesionalisme kuasa hukum Dewan
Pers. "Kuasa hukum Dewan Pers itu abal-abal. Masakan tidak mengerti sistem
administrasi pengesahan badan hukum di Kemenkumham," tandas alumni
Lemhanas RI ini, usai persidangan.(Tim/*)