Asal Usul Blangkon, Penutup Kepala Tradisional Jawa
![]() |
(Gambar diperankan oleh model) |
TEROPONGNUSA.COM, UNIK – Membahas tentang sejarah blangkon (penutup kepala tradisional jawa) tentunya akan panjang jika dibedah. Namun hal itu tidak serta merta menutup mata kita untuk mengetahui asal usul blangkon itu sendiri.
Jadi jika berbicara tentang sejarah blangkon, di masyarakat Jawa pada zaman dahulu ada legenda Aji Saka. Di legenda itu, Aji Saka menggelar sejenis kain ikat kepala yang bisa menutup seluruh tanah Jawa. Nah, dengan kain tersebut dirinya berhasil mengalahkan sang raksasa penguasa tanah Jawa, Dewata, Cengkar. Meski demikian, masih belum jelas apakah ikat kepala itu adalah blangkon atau bukan. Akan tetapi saat ini pria Jawa sudah mulai mengenakan ikat kepala yang bisa diperkirakan menjadi asal mula blangkon.
Di sisi lain, beberapa teori dan sejarah mencatat bahwa memang ada sejumlah pengaruh dari budaya Hindu dan Islam yang diserap oleh orang Jawa dalam pemakaian blangkon. Mereka mendapatkannya dari pedagang Gujarat yang kerap menggunakan sorban. Kemudian, kebiasaan memakai kain panjang dan lebar di kepala ini pun mulai diterapkan oleh masyarakat Jawa.
Ada pula teori lain yang mengatakan bahwa blangkon diciptakan berkaitan dengan krisis ekonomi di zaman dahulu. Saat itu para petinggi keraton lantas meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang hanya menggunakan separuh panjang kain dari biasanya. Karena saat itu kain termasuk sulit didapatkan. Sebelumnya memang para leluhur kita gemar menggunakan sorban yang kompleks dan membutuhkan kain yang cukup panjang.
Dulu, seniman adalah sosok yang dipercaya untuk membuat blangkon, dengan memperhatikan pakem-pakem yang berlaku tentunya. Semakin pakem tersebut dipenuhi, maka semakin tinggi nilai blangkon tersebut. Selain dari pemenuhan pakem tersebut, penilaian blangkon juga bergantung pada sejauh mana seseorang memiliki standar cita rasa dan pemahaman akan etika sosial. Di sinilah lantas muncul teori bahwa pakem yang berlaku untuk blangkon, tidak hanya harus dipenuhi oleh para pembuatnya, namun juga para pemakainya.
Bentuk blangkon pun bermacam-macam. Ada yang disebut bergaya Yogyakarta dengan tonjolan di bagian belakangnya, ada juga yang dibilang bergaya Surakarta dan biasa disebut sebagai blangkon model trepes. Selain suku Jawa, ada suku-suku lain di Indonesia yang juga menggunakan ikat kepala yang menyerupai blangkon. Misalnya suku Sunda, Madura, Bali, dan lain-lain. Namun tentu saja pakem dan bentuk ikatnya berbeda-beda.
Pada intinya tidak ada yang tahu pasti atau tidak ada yang berani memastikan asal mula blangkon itu sendiri. Lantas apakah hal itu bisa jadi penghalang kita untuk mencintai dan melestarikan blangkon? Jawabnya tentu tidak.