Aksi Tolak Omnibus Law, Massa GUIB Audiensi dengan DPRD Magetan
![]() |
(GUIB Audiensi dengan DPRD Magetan) |
Ketua GUIB Magetan, Gus Imam, mengatakan bahwa audiensi
ini bertujuan untuk menyuarakan sikap umat Islam yang telah disampaikan oleh
MUI pusat dalam taklimatnya 08/10/2020.
"GUIB datang ke sini untuk mengawal fatwa MUI soal penolakan
Omnibus Law," ujarnya di sela-sela aksi 1310 di depan gedung DPRD Magetan,
Selasa (13/10/2020).
![]() |
(Massa GUIB aksi di depan DPRD Magetan) |
"Dalam posisi ini kapasitas pemerintah pusat perlu
dipertanyakan. Satu dari enam tuntutan Reformasi 1998 adalah otonomi daerah
seluas-luasnya,” ucapnya.
Gus Imam dapat memahami alasan pemerintah mengajukan
Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah untuk mempercepat dan mempermudah investasi.
Presiden ingin menaikkan derajat Indonesia dari jebakan negara berpenghasilan
rendah ke menengah atau maju melalui ekonomi. Caranya adalah membabat semua
aturan yang menghambat arus modal masuk. Hambatan investasi itu, bagi para
perancang undang-undang itu, adalah banyaknya tumpang tindih ijin dari
pemerintah kabupaten, provinsi, hingga pusat. Meski sudah ada perijinan satu
pintu, banyak aturan tak sinkron sehingga pertumbuhan dunia usaha maupun modal
baru menjadi lambat dan terhambat.
Gus Imam memaparkan bahwa Omnibus Law bercita-cita menyapu
semua aturan itu dan menjadikannya satu aturan untuk mempermudahnya. Nah,
masalahnya kemudian ijin-ijin berusaha akan ditarik ke pemerintah pusat. Selama
ini ijin berusaha memerlukan permit berlapis sejak bupati, lalu naik ke
gubernur, sebelum singgah di kementerian terkait usaha tersebut. Dalam Draft Final
itu bahkan ada satu pasal yang secara jelas memberikan mandat penuh kepada
pemerintah pusat menganulir aturan dalam undang-undang lain yang belum terserap
dalam Omnibus Law untuk dibatalkan. "Seakan-akan pemerintah hendak
mengembalikan sentralisme kekuasaan," tukasnya.
Dari pantauan wartawan, sebelum perwakilan GUIB memasuki
gedung DPRD, untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, mereka yang akan
mengikuti audiensi diterapkan prosedur rapid test. Maka sembari menunggu
kesiapan para tokoh ormas dan pimpinan ponpes selesai dirapid, maka kegiatan
diawali dengan orasi pengantar argumentasi penolakan.
Gus Imam yang mengenakan gamis putih, bersurban hijau,
serta sarung batik hitam, mengungkapkan ketidakpercayaannya kepada Pemerintah
dan DPR-RI.
"Jelas ada ketidakjujuran ketika badan legislasi melakukan
pengesahan RUU Omnibus Law. Bagaimana tidak, ketika mereka dimintai Draft Final
ternyata dijawab belum siap. Terus ada versi cetak 1000 an lembar dan ada versi
terbaru yang 800 an lembar. Ternyata belakangan diketahui dari media bahwa pada
naskah baru itu ada penambahan diantara Bab VIA, Bab VI dan Bab VII. Bab ini
mengatur tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan pajak dan Bab
VIA ini terdiri dari enam pasal. Ada tiga pasal tambahan, yakni Pasal 156A,
Pasal 156B, dan Pasal 159A. Kemudian ada penambahan dan perubahan ayat pada
Pasal 157 dan 158. Sampai di sini kita faham bahwa ada praktik tipu-tipu yang
sengaja dilakukan. Jadi wajar kalau rakyat tidak percaya," ujarnya.
Orator lainnya Arif Djunaidi (Bobby) mengatakan,
Penyusunan dan penetapan Omnibus Law syarat kepentingan bisnis dan rawan
disusupi hal-hal tertentu. Omnibus Law juga menurut banyak ahli disebut
undang-undang anti demokrasi. Makanya dalam proses pembuatannya suara publik
diabaikan. Ditetapkan di tengah malam seperti kelakuan pencuri. Bobby mengaku
ingin mendatangi kantor polisi dan melaporkan kasus pencurian. "Kita mau
ke kantor polisi karena kecolongan amanah oleh orang yang kita beri amanah,
yaitu para anggota DPR yang telah mengesahkan Omnibus Law itu," ujarnya
berapi-api.
Menyambung orasi sebelumnya, Syifaul Anam dari Ormas
Orang Indonesia Bersatu, mengatakan, "Sebenarnya secara tidak langsung UU
Omnibus Law ini sangat berbau komunis. Ketika semua aset dikuasai oleh negara,
dan kewenangan strategis daerah semua tersentralisasi, nah disitu kita tahu
bahwa undang-undang ini (Omnibus Law)
terpengaruh sistem komunis," terangnya.
Sekitar pukul 14.30 akhirnya 10 perwakilan GUIB yang
telah dinyatakan non reaktif, dipersilahkan memasuki gedung DPRD. Di ruang
sidang itu mereka diterima oleh Ketua DPRD, H. Sujatno, SE, Wakil Ketua dr.
Pengayoman, dan Kapolres Magetan, AKBP Festo Ari Permana S.I.K.
Dalam sambutannya, Sujatno menyampaikan keterbukaan DPRD
Magetan dalam menerima aspirasi masyarakat. "Tapi semua tentunya dalam
batas kewenangan yang telah diatur oleh undang-undang. Kita punya link khusus
dengan DPR-RI. Apa yang menjadi masukan masyarakat akan langsung kami kirim ke
pusat melalui fax," ungkapnya.
Dalam ruang tersebut, perwakilan GUIB menyampaikan
aspirasinya. Dimulai dari Gus Imam yang menyampaikan soal cacatnya proses
pembentukan peraturan perundang-undangan Omnibus Law, sampai membahas soal
komersialisasi pendidikan. Gus Imam mengaku kecewa karena sebelumnya Komisi X
DPR dan pemerintah menyatakan bahwa pasal pendidikan telah dikeluarkan dari RUU
Cipta Kerja. Namun, setelah Undang-Undang tersebut disahkan, ternyata masih ada
pasal pendidikan yang tercantum di dalamnya. "Saya heran kok bisa begini.
Sebetulnya hubungan kelembagaan antara Komisi X, Panja, Baleg, dan Paripurna
seperti apa? Kok bisa sebelumnya Komisi X menyimpulkan bahwa seluruh pasal
pendidikan di UU Ciptaker dicabut, begitu juga versi pemerintah," kata Gus
Imam.
Ketua GUIB itu mengaku tidak habis pikir dengan sikap
pembuat undang-undang yang masih berniat membawa pendidikan ke dunia bisnis.
Menurut dia dengan adanya pasal pendidikan tersebut, membuka potensi untuk
menjadikan semangat pendidikan sebagai bagian dari bisnis. "Dengan adanya
pasal itu memungkinkan pemerintah membuat peraturan pemerintah (PP), jadi akan
keluar PP yang berkaitan dengan itu. Kita tidak suudzon ke pemerintah, tapi
menurut saya ini riskan, manakala PP-nya itu justru menghidupkan lagi semangat pendidikan
sebagai bagian dari bisnis," tandasnya.
Dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja Paragraf 12 mengenai
Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65 ayat 1 menyatakan pelaksanaan perijinan
pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perijinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kemudian pada ayat 2 dinyatakan ketentuan
lebih lanjut pelaksanaan perijinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Poin-Poin tersebut berpotensi
membuat sektor pendidikan dikomersialkan sehingga tidak sejalan dengan semangat
UUD 1945.
Perwakilan GUIB lainnya dari unsur Pimpinan Daerah
Muhammadiyah, Drs. H. Thoyieb Abdullah Rantiono, M.Pd, dalam penyampaiannya
menyitir sebuah ayat Al Qur'an dalam Surah Al-Isra’ ayat 16 yang artinya, “Dan
jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
Pembesar di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
Dirinya memberikan nasehat agar pemerintah termasuk DPR agar tidak berbuat
dzalim dan merugikan kepentingan rakyat, karena jika itu dilakukan akan membuat
Negeri Indonesia ini akan hancur.
Sebagaimana telah diungkap oleh para ahli hukum dengan
ditetapkannya UU Ciptaker yang telah membuka pintu untuk pengurangan hak-hak
buruh. Misalnya terkait upah minimum kabupaten/kota yang hanya dipersyaratkan
dan yang wajib ditetapkan hanya upah minimum provinsi. Kemudian, imbuhnya,
pesangon yang minimal 32 kali gaji juga diubah menjadi maksimal 25 kali gaji.
Juga masalah Pembatasan outsourcing yang tadinya hanya lima jenis pekerjaan
kemudian pembatasan itu dihilangkan. Serta soal sejumlah hak cuti, seperti cuti
melahirkan memang masih diberikan dalam Omnibus Law. Namun hak lain seperti
cuti panjang bagi yang sudah bekerja enam tahun diatur bukan sesuatu yang
mutlak. Pada Omnibus Law, ujarnya, cuti panjang hanya bisa didapatkan jika
diatur di peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Memang cutinya
masih ada tapi ada beberapa persyaratan dan reduksi. Perubahan struktur upah
minimum juga menjadi batasan yang kami anggap itu menjadi pintu masuk mereduksi
hak buruh.
Kondisi ini yang disesalkan oleh Setyowati, perwakilan
dari unsur Jaringan Muslimah GUIB. Dia menuturkan bahwa sebagai ibu rumah tangga,
jika suami ada permasalahan pendapatan di tempatnya bekerja, maka istrilah
pihak yang dirugikan. "Di tengah Pandemi seperti sekarang, peran istri
sekaligus ibu bagi anak-anak suami, adalah sangat vital. Keharmonisan rumah
tangga akan terjaga jika kesejahteraan terjamin. Jika suami yang bekerja di
luar sudah bermasalah, karena adanya kebijakan pemerintah maka ini akan
berakibat fatal bagi keberlangsungan kehidupan keluarga," tuturnya penuh haru.
Perwakilan GUIB lainnya, Syifaul Anam menyatakan bahwa
dirinya tak yakin penerapan Omnibus Law akan memberikan dampak positif bagi
publik, kendati bertendensi membuka investasi dan hendak menampung pembisnis.
Justru, menurutnya Omnibus Law berpotensi membuat perekonomian Indonesia babak
belur. “Negara seperti kita malah bisa babak belur dengan rencana membuka pasar
melalui penataan regulasi agar negara-negara yang mau berinvestasi terpancing
masuk ke negara kita,” ujarnya.
Anam menambahkan, bisa saja Indonesia akan kebanjiran
tenaga kerja asing, apabila investasi yang akan masuk ke Indonesia didominasi
asing. Dimana, investor asing itu, sudah pasti akan memboyong para pekerja
untuk ikut bekerja di NKRI. "Contohnya China yang melakukan invasi bisnis
dan juga migrasi penduduk ke Indonesia. Ini bisa jadi ancaman serius bagi
kelangsungan NKRI karena tereliminasinya para pekerja lokal pribumi, Omnibus Law
telah membangun konsep ketatanegaraan yang sentralistik mirip dengan konsep
negara komunis," imbuhnya.
Di akhir penyampaian, Bobby salah satu peserta audiensi,
tanpa koordinasi langsung maju ke depan menyerahkan nampan bertuliskan “LENGSER
UNTUK PAK JOKOWI”. Sontak hal ini membuat seisi ruangan tersenyum.
Setelah mendapatkan tanggapan dari pimpinan dewan dan
janji akan menyampaikan materi aspirasinya ke DPR-RI, akhirnya perwakilan GUIB
meninggalkan ruangan. Setelah kembali di tengah-tengah peserta Aksi 1310 yang
semenjak tadi menunggu dengan melantunkan bacaan Al Qur'an dari para hafidz,
Gus Imam sebagai Korlap meminta Kapolres untuk memberikan kalimat sambutan
penutup. "Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, Alhamdulillah
aksi hari ini telah berjalan tertib dan lancar," ungkap Kapolres AKBP
Festo. Acara kemudian ditutup dengan doa oleh Ustadz Zuhair Azzamily, Ketua DPD
FKAM Magetan. (red)