Nomor Kontak Diblokir Pejabat, Ketum PPWI: Handphonenya Dibeli dari Uang Rakyat untuk Layani Rakyat
TEROPONGNUSA.COM | JAKARTA – Salah satu perilaku kurang baik
dari sebagian oknum pejabat di negeri ini adalah memblokir nomor kontak dari
warganya. Tujuan utama dari pemblokiran itu tidak lain adalah agar si rakyat
tidak dapat menghubunginya lagi di kemudian hari. Rupanya, ketika si pejabat
dihubungi rakyat, entah untuk menyampaikan aspirasi, mengeluhkan sesuatu
masalah, atau mempertanyakan kinerja pejabat itu, dan lain-lain, si pejabat
merasa terganggu dan memandang perlu menjauhkan diri dari keluh-kesah
rakyatnya.
Ketua Umum
Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc,
MA, mengaku sangat prihatin dengan sikap dan perilaku pejabat, termasuk
beberapa oknum aparat TNI-Polri, yang selalu mengambil jalan pintas, memblokir
nomor kontak warga masyarakat ketika si pejabat merasa terganggu dihubungi
warga. “Kecuali jika terkait dengan modus penipuan, pengancaman dan sejenisnya,
bolehlah nomor kontak si penelpon atau pengirim pesan SMS/WA diblokir. Modus
seperti ini masuk delik dugaan tindak pidana, bisa diproses oleh pihak aparat
penegak hukum. Namun, jika warga yang mempertanyakan kinerja pejabat,
menyampaikan aspirasi, keluhan, dan sebagainya, hal seperti ini semestinya
dijawab dengan baik dan ditindak-lanjuti sesuai tugas pokok dan fungsi si
pejabat atau aparat tersebut,” terang Lalengke dalam pesan tertulisnya kepada
media ini, Rabu, 22 September 2021.
Hal itu
disampaikan alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu menjawab permintaan
komentar wartawan media online Delik.Co.Id yang mengeluhkan perilaku pejabat
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DHLK) Kabupaten Karawang, Jawa Barat,
yang memblokir nomor ponselnya [1]. Menurut si wartawan, pemblokiran tersebut
menyebabkan terhambatnya komunikasi dengan si pejabat dalam rangka mendapatkan
konfirmasi atas masalah pengelolaan lingkungan, terutama terkait program Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kabupaten Karawang.
Wilson
Lalengke mengaku banyak menemukan pejabat model itu, yang suka memblokir nomor
handphone-nya karena terusik dengan pertanyaan kritis, kritikan, dan pengaduan
warga yang perlu diteruskan kepada si pejabat dan/atau aparat terkait. “Ini
pengalaman harian kita sebagai wartawan. Para oknum pejabat dan aparat itu
kemungkinan mengalami sakit kepala, pusing tujuh keliling mencari alasan,
alibi, dan argumentasi atas pertanyaan kritis wartawan dan warga terhadap
kinerjanya yang tidak becus, koruptif, dan sewenang-wenang. Ini erat kaitannya
dengan penyakit mental pengecut akut yang diidap sebagian oknum pejabat dan
aparat di negeri ini,” tambahnya.
Bahkan,
kata Lalengke lagi, pejabat atau aparat yang awalnya sangat welcome dengan
dirinya, bisa tiba-tiba berbalik dan memblokir nomor ponselnya seketika dirinya
mencium adanya gelagat penyelewengan yang dilakukan sang pejabat. “Ada beberapa
oknum pejabat Polri yang awalnya bersikap baik dan komunikatif, namun tiba-tiba
memblokir nomor saya. Mungkin karena ingin menutup diri agar tidak ketahuan
lebih banyak kebobrokannya yaa. Oknum itu ada di hampir semua level, ada di
lingkungan Mabes Polri, Mapolda, Mapolres, dan Mapolsek. Contohnya, itu oknum
Kapolsek Kalideres yang mengkriminalisasi wartawan beberapa waktu lalu, oknum
Kapolresta Manado yang sudah kita laporkan ke Divpropam Polri atas dugaan
kriminalisasi Ibu Bhayangkari Nina Muhammad, dan beberapa oknum pejabat
lainnya, mereka tidak ingin dihubungi lagi. Akibatnya, kita tidak bisa minta
informasi dan/atau klarifikasi terhadap persoalan yang akan kita beritakan,”
jelas alumni program persahabatan Indonesia-Jepang Abad-21 ini dengan nada
prihatin.
Terkait
blokir-memblokir nomor kontak warga masyarakat itu, lulusan program pasca
sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas
Linkoping, Swedia, ini mengatakan bahwa seluruh perangkat penyelenggara
pemerintahan, seperti ASN dan birokrat, anggota DPR, aparat penegak hukum,
TNI-Polri, dan mereka yang hidupnya dibiayai dari uang rakyat, tidak semestinya
menutup diri dari hubungan komunikasi dengan rakyat. “Segala fasilitas yang
mereka miliki dan gunakan itu adalah pembelian dari uang rakyat. Bahkan isi
perut mereka dibiayai dari uang rakyat. Tidak hanya itu, biaya hidup dan
pembelian kolor anak-istri atau suami mereka dibeli dari uang gaji yang
diberikan oleh negara yang notabene uang rakyat. Jadi, aneh dan sangat tidak sopan
jika mereka bersikap alergi untuk dihubungi rakyat,” tegas tokoh pers nasional
yang getol membela warga teraniaya itu.
Oleh
karenanya, Wilson Lalengke menghimbau agar para pejabat dan aparat segera sadar
diri bahwa dia ada di posisi jabatan itu adalah semata-mata untuk melayani
rakyat. “Segeralah kembali ke jalan yang benar, gunakan handphone pembelian
dari uang rakyat untuk melayani rakyat dengan baik, bukan menutup diri dengan
memblokir nomor kontak rakyat. Jika tidak ingin diganggu rakyat, silahkan
berhenti dari jabatan Anda, mari bergabung dengan rakyat kebanyakan, dan kita
pelototi bersama para pejabat yang ada agar melaksanakan tupoksinya dengan
baik,” pungkas Lalengke mengakhiri release-nya. (APL/Red)